Birahi Liar
Aku pun mulai mempraktekkan pengalamanku dengan Mbak Weni dahulu. Kujilati itil Mama disertai dengan isapan - isapan yang agak kuat, sehingga biji itil Mama jadi tampak agak “mancung”. Mama pun senang dan berkata tersendaty - sendat, “Iya… itilnya isep - isep begitu Sayang… enak sekali… iyaaaaa…
Makin lama Mama makin klepek - klepek.
Sampai
akhirnya Mama berkata tersendat - sendat, “Suuu… sudaaaah Sayaaaang…
memek mama su… sudah basah sekali… ma… masukin aja kontolmu… sudah becek
liang tempik mama niiiiihhhh… “
Kali ini Mama
celentang sambil menarik kedua pergelangan kakinya. Sehingga kedua
lututnya berada di samping sepasang toket gedenya.
Cepat
aku pun meletakkan moncong kontolku di ambang mulut memek Mama. Lalu
kudesakkan kontol ngacengku sekuat tenaga. Dan… bleeessssssssssss…
langsung amblas sekujur kontolku… bahkan moncongnya langsung menabrak
dasar liang memek Mama… !
Kedua lipatan lutut
Mama bertumpu di sepasang bahuku, sehingga aku tidak bisa merapatkan
dadaku ke sepasang toket Mama. Tapi biarlah, yang penting aku bisa
mengentot sepuasnya. Dan kontolku bisa langsung menyundul - nyundul
dasar liang memek Mama… !
Wow… ini sesuatu yang
baru lagi bagiku. Bahwa dadaku tidak bisa bertempelan dengan sepasang
toket Mama, tapi moncong kontolku bisa terus - terusan menggedor dasar
liang memek Mama.
Spontan Mama pun mulai
merintih - rintih, “Oooo… oooooohhhhh… Booonaaaa… kontolmu panjang
sekali Naaaak… terus - terusan menyundul dasar liang memek mama saking
panjangnya… tapi ini enak sekali Sayaaaang… ayo entooot teruuussss…
entooot terusssss… entoooooottttttt… entooooooooooootttttttttttttttttttt
…
Memang enak juga mengentot Mama dalam posisi
kedua kaki Mama berada di sepasang bahuku ini. Tapi aku ingin
merapatkan dadaku ke toket Mama. Karena itu kusingkirkan kedua kaki Mama
dari bahuku, kemudian menghempaskan dadaku ke sepasang otket Mama. Dan
langsung kupagut bibir Mama, lalu kami saling lumat dengan lahapnya.
Dalam
posisi yang paling klasik ini aku bukan cuma bisa mengentot sambil
mencium bibir Mama, tapi juga bisa meremas toketnya yang masih terasa
belum kendor. Terkadang aku menjilati leher jenjangnya disertai dengan
gigitan - gigitan kecil, sehingga rintihan dan rengekan Mama mulai
berlontaran dari mulutnya, “Boonaaaa…
Aaaaaaaah…
kamu kok pandai sekali membuat mama keenakan gini Sayaaaang… ayo
entoootttt… entooot teruuuussss Bonaaaa… entooot teruuuuussss… ini luar
biasa enaknya… kontolmu memang enak sekali… entot teruuussss…
entooooooootttttttttt… entoooooottttt… entoooooooooooootttttttttt…
Makin
lama entotanku makin menggila. Mama pun tidak berdiam seperti gebog
pisang. Pinggulnya mulai bergoyang - goyang erotis, meliuk - liuk dan
memutar - mutar. Sehingga kontolku seolah perahu yang sedang diombang -
ambingkan oleh ombak di tengah samudera.
Iya…
kontolku terasa dibesot - besot oleh liang memek Mama yang licin dan
empuk serta hangat ini. Tapi aku tak mau kalah. Kuayun terus kontolku
bermaju mundur di dalam liang tempik Mama. Makin lama entotanku makin
gencar.
Sehingga pada suatu saat Mama mengerang
histeris, “Mama sudah mau lepas Sayaaaang… mau lepas… mau lepas mau
lepaaaassssssss… aaaa… aaaa …“
Erangan
itunterhenti. Nafasnya pun tertahan, sementara sekujur tubuhnya
mengejang tegang… membuatku ingin menikmati indahnya wanita pada waktu
orgasme. Kuhentikan dulu entotanku… kubiarkan kontolku menancap di dalam
liang memek Mama, tanpa kugerakkan lagi.
Dan…
liang sanggama Mama terasa mengejut - ngejut kencang, disusul dengan
gerakan yang memutar seperti spiral… dan membasahnya liang kewanitaan
ibuku.
Wow… wow wooow… ini indah dan nikmat sekali… !
Tubuh Mama mengejut… lalu terkulai lunglai di dalam pelukan dan ciuman hangatku di bibirnya.
“Aaaaaaaahhh…
luar biasa nikmatnya Sayaaaang… “ucap Mama lirih, dengan wajah memucat.
Tapi tak lama kemudian wajah cantik Mama tampak berdarah lagi. Bahkan
tampak lebih cantik dari biasanya.
Aku pun
mulai mengayun kontolku lagi. Bermaju mundur di dalam liang memek Mama
yang saudah becek sekali. Sehingga gerakan kontolku menimbulkan bunyi
yang craakk crekk… crakkk crekkk… crak crekkk… !
Namun beceknya liang memek Mama malah menambah gairahku untuk mengentotnya habis - habisan.
Mama seolah ingin habis - habisan menguras kejantananku. Selama Mama di Jogja, tiada siang dan malam yang tanpa seks.
Pada hari Selasa, Mama pulang. Setelah memberiku uang yang cukup banyak.
Menurut
pengakuan Mama, bisnisnya malah menghasilkan keuntungan yang jauh lebih
banyak daripada gaji dan penghasilan tambahan Papa. Karena itu Mama tak
peduli lagi pada uang Papa.
Bahkan Mama merasa
Papa bukan suaminya lagi. Tapi Mama tidak pernah minta cerai, demi
keempat anaknya yang harus sangat disayanginya.
Hari demi hari pun berputar terus. Sampai pada suatu hari …
“Aku sudah dinyatakan lulus Mbak. “
“Ohya?!
Syukurlah. Aku ikut merasa seneng dengernya Bon, “sahut Mbak Artini
(yang tadinya kupanggil Ibu, tapi dia inginnya dipanggil Mbak saja,
karena usianya memang baru 30 tahunan). Lalu ia menjabat tanganku sambil
berkata, “Selamat ya Bon. “
Tak sekadar menjabat tanganku. Ibu kos yang janda muda itu pun mencium pipi kanan dan pipi kiriku.
Lalu
ia mengajakku duduk berdampingan di atas sofa. Sikapnya benar - benar
berubah. Tadinya cuek, sekarang jadi begitu manis dan murah senyum.
“Kapan diwisuda?” tanyanya sambil memegang tanganku.
“Mungkin dua minggu lagi. “
“Setelah diwisuda kamu mau pulang ke rumah orang tuamu?”
“Mungkin begitu Mbak. Kecuali kalau tiba - tiba dapat kerjaan di Jogja atau di Jateng, mungkin aku akan mengurus kerjaan dulu. “
“Nah… aku punya dua macam kejutan untuk meyatakan ikut senengnya setelah mendengar kelulusanmu. “
“Kejutan apa Mbak? Mau dibikinin nasi tumpeng?”
“Hush…
ini yang menyangkut masa depanmu Bon. Kejutan pertama, aku punya kakak
yang luar biasa kayanya. Tanahnya sampai puluhan hektar. Itu baru di
Jateng. Belum lagi di Jabar dan di Jatim. Dia membutuhkan insinyur
pertanian yang baru lulus. Ingin yang fresh from college. “
“Wah… aku langsung tertarik Mbak. “
“Kakakku
itu tadinya hidup pas - pasan. Tapi setelah menikah dengan duda tajir,
rejekinya mengalir terus. Dan setelah suaminya meninggal, semua tanah
milik suaminya itu diwariskan pada kakakku, berdasarkan surat wasiat
yang dititipkan kepada penasehat hukumnya. Tapi dalam soal pertanian,
kakakku itu masih sangat awam.
“Siap Mbak. “
“Dia
ngomongnya tiga bulan yang lalu. Tapi kubilang tunggu dulu, karena ada
yang kos di rumahku, sebentar lagi juga selesai kuliahnya. Sebentar, aku
mau telepon dia ya, “kata Mbak Artini sambil mengambil handphonenya.
Lalu kusaksikan dia menelepon kakaknya itu, karena suaranya dikeluarkan
dari speaker hapenya :
“Hallo Ar… “
“Hallo
Mbak Lies… mahasiswa fakultas pertanian itu sudah lulus Mbak. Tapi dia
mau nunggu diwisuda dulu. Nanti akan kuantar ke rumah Mbak. “
“Syukurlah. Mudah - mudahan dia bisa menjadi orang yang tepat untuk mengelola tanah - tanahku Ar. “
“Iya, mudah - mudahan aja. Orangnya sih kujamin jujur dan rajin Mbak. “
“Iya.
Tempo hari juga sudah ada beberapa orang yang melamar, tapi kutolak
terus. Karena ingat sama janjimu itu Ar. Ohya, memang harus diantar sama
kamu Ar. Kalau gak diantaer, bisa nyasar dia nanti. “
“Iya
Mbak. Pasti kuantarkan dia. Segitu aja dulu beritanya ya. Paling lambat
tiga minggu lagi juga aku sudah ngantarin dia ke rumah Mbak Lies. “
“Iya, iya. Aku tunggu ya Ar. “
Mbak Artini meletakkan handphonenya di atas meja kecil. “Bona dengar sendiri kan?” tanyanya.
“Iya
Mbak. Terima kasih. Kejutan pertama itu sangat berarti bagiku,
“sahutku, “Nanti begitu selesai diwisuda, aku akan minta Mbak ngantarin
ke kakak Mbak Ar itu. Terus… kejutan yang kedua apa Mbak? Penasaran nih…
ada kejutan apa lagi…?”
“Kamu masih ingat waktu baru beberapa bulan kos di sini, aku pernah marahin kamu Bon?”
“Yang mana ya? Ooooh… yang waktu aku meluk Mbak dari belakang di ruang makan itu?”
“Iya. Masih ingat kan?”
“Masih Mbak. Soalnya jujur aja, di mataku Mbak sangat seksi dan menggiurkan. Hehehe… maaf ya Mbak. “
“Gak
usah minta maaf. Aku juga mengerti apa yang Bona rasakan saat itu. Tapi
aku takut konsentrasi Bona sama kuliah jadi pecah. Terus mikirin aku
terus. Itu yang aku tidak mau. Karena aku merasa bertanggungjawab juga
kepada orang tuamu. Jangan sampai kuliahmu mogok di tengah jalan gara -
gara aku. “
“Iya Mbak. “
Tiba
- tiba Mbak Artini melingkarkan lengannya di pinggangku sambil berkata
setengah berbisik, “Sekarang sih kamu sudah lulus. Kalau kamu masih
menyimpan perasaan itu, akan kulayani dengan sepenuh hatiku Bon. “
“Mbak… betul ini?”
“Betul.
Sebenarnya sejak aku marahin kamu itu, diam - diam aku jadi mikirin
kamu terus Bon. Terus kamu sendiri gimana? Masih punya keinginan untuk
berbagi rasa denganku?”
“Masih Mbak. Lelaki itu
kan diucapkan dulu, kemudian menjalar ke hati. Saat itui aku pernah
bilang aku suka sama Mbak kan? Tapi memang aku juga takut kalau Mbak
anggap aku hanya ingin digratiskan saja biaya kosnya. Makanya aku tak
pernah ganggu Mbak lagi. “
“Sekarang Bona mandi
dulu ya. Terus perhatikan keadaannya. Kalau teman - tgemanmu gak ada
atau sudah pada tidur, nyelundup aja ke kamarku. Aku tungguin di sana.
Tapi awas, jangan sampai ada yang tau.”
Aku mau
bangkit. Tapi Mbak Artini menahanku sambil berkata, “Sebentar… aku
ingin mencium bibirmu dulu Bon… emwuaaaaah… emwuuuuuah… “
“Seger Mbak, “ucapku setelah pelukan Mbak Artini terlepas, “Terima kasih… “
Lalu
kutinggalkan ruang tamu rumah Mbak Artini itu dengan semangat yang
berkobar - kobar di dalam jiwaku. Rumah pribadi Mbak Artini terpisah
dari rumah kos. Tiada yang suka masuk ke dalam rumah pribadi itu,
kecuali kalau mau bayar uang kos atau dipanggil oleh Mbak Artini.
Kulihat
Amran belum pulang. Atau mungkin juga takkan pulang malam ini, karena
teman sekamarku itu sudah punya pacar. Kalau malam Sabtu begini,
biasanya sampai larut malam dia tidak pulang. Terkadang dia nginap di
rumah pacarnya.
Tapi biarlah. Itu bukan
urusanku. Yang penting aku harus mandi sebersih mungkin, karena mau
melakukan “sesuatu” dengan Mbak Artini yang sudah lama kudambakan itu.
Ya… aku memang sangat tergiur oleh Mbak Artini yang bertubuh tinggi
montok itu. Setiap kali melihat dia, diam - diam kontolku selalu
ngaceng. Karena membayangkan betapa menggiurkannya tubuh janda muda itu
kalau bisa kutelanjangi di dalam kamar tertutup.
Tapi selama ini aku tetap menahan diri, tidak lagi memperlihatkan ketergiuranku pada tubuh seksi dan wajah manisnya.
Lalu…
hari ini tampaknya bintangku sedang terang benderang. Aku bukan hanya
ditawari lapangan kerja yang menjanjikan, tapi juga ditawari tubuhnya
yang selama ini kugilai… !
Sengaja aku mengenakan pakaian lengkap dengan sepatu karet. Agar waktu kembali ke kamarku nanti, tiada yang mencurigaiku.
Setelah di luar terasa aman, tiada seorang teman pun kelihatan, aku berjalan sambil berusaha tidak menimbulkan bunyi langkah.
Aku
masuk ke dalam rumah ibu kos lewat pintu samping, tanpa mencopot
sepatuku. Karena kalau sepatuku ditinggalkan di luar, takut kelihatan
oleh salah seorang teman kosku.
Mbak Artini
menyambutku di ambang pintu kamarnya. Dan berkata perlahan, “Pakai
sepatu segala? Kayak mau pergi jauh aja. Hihihiii… “
“Waktu
ke kembali ke kamarku kan bisa alesan abis lari pagi Mbak, “sahutku,
“Maaf ini sepatuku gak ditinggalin di luar, takut kelihatan temen
sepatunya. “
“Iya gak apa - apa, “sahut Mbak Artini sambil meraih pergelangan tanganku ke dalam kamarnya.
Saat itu Mbak Artini mengenakan celana legging dan baju kaus serba hitam. Ditutupi dengan sweater berwarna merah.
Setelah
menutup dan menguncikan pintu kamarnya, tiba - tiba Mbak Artini
melepaskan celana legging hitamnya. Dan… ternyata tidak ada celana dalam
di balik celana legging itu. Sehingga aku bisa langsung melihat
kemaluannya yang tembem dan sangat bersih dari jembut itu… !
“Sudah
lama kamu menginkan ini kan?” tanyanya sambil mengusap - usap tempik
plontosnya, dengan senyum dan tatapan yang sangat menggoda… !
Aku
langsung berlutut di depan kaki Mbak Artini, “Duuuh Mbak… mimpi apa aku
tadi malam ya… tiba - tiba saja apa yang selama ini kukhayalkan menjadi
kenyataan. “
Mbak Artini mengusap - usap
rambutku sambil berkata, “Sebenarnya aku juga sudah lama sekali
mengkhayalkan semua ini. Tapi aku menunggu waktu yang tepat untuk
melakukannya. Dan sekarang adalah waktu yang tepat itu Bon. “
Aku
tak mau berbasa - basi lagi. Kuciumi memek tembem yang bentuknya sangat
indah itu. Tapi hanya sebentar aku menciumi memek Mbak Artini, karena
ia berkata, “Lepasin dulu dong pakaianmu Bon. “
“Siap
Mbak, “sahutku sambil berdiri. Lalu kutanggalkan busanaku sehelai demi
sehelai. Hanya celana dalam yang kubiarkan masih melekat di tubuhku.
Sepatu karet yang sudah kulepaskan, kuletakkan di dekat pintu. Lalu
menghampiri Mbak Artini lagi… Mbak Artini yang sudah telanjang bulat… !
Aku
terlongong menyaksikan Mbak Artini yang sudah telanjang bulat itu.
Tubuhnya tinggi montok, kulitnya putih mulus, wajahnya manis dan
menggoda itu.
Aku belum tahu kenapa Mbak Artini
bisa menjadi janda. Padahal tubuhnya begitu menggiurkan, dengan bokong
dan toket sama - sama gede, dengan wajah manis pula. Lalu kenapa dia
bisa bercerai dengan suaminya? Entahlah. Aku tidak perlu menanyakannya.
Yang terpenting bagiku sekarang adalah… ingin merasakan nikmatnya
menyetubuhi tubuh yang sangat menggiurkan itu…
Tapi tentu saja aku tak boleh bertindak kasar. Aku harus melakukannya dengan step by step.
“Kenapa
celana dalamnya gak sekalian dilepasin?” tanya Mbak Artini sambil
meraih tanganku agar naik ke atas bednya yang berseprai putih bersih.
Setelah berada di atas bed, kulepaskan celana dalamku.
“Booonaaa…
! Kontolmu gede dan panjang banget… !” Mbak Artini terperanjat setelah
melihat kontolku yang memang ukurannya di atas rata - rata ini. Lalu
digenggamnya kontolku yang sudah agak tegang tapi belum ngaceng total
ini.
“Sejak menjanda, baru sekali ini aku
menyentuh kontol lelaki lagi. Sekalinya ketemu kontol lagi… begini
gagahnya… kalau dalam pewayangan mungkin kontolmu ini layak disebut
kontol Werkudoro alias Bimo. Hihihihi… kebayang… “
“Kebayang apanya Mbak?” tanyaku sambil tersenyum.
“Kebayang enaknya kalau udah dientotin di dalam tempikku. “
“Tapi aku pengen jilatin tempik Mbak dulu. Boleh?” tanyaku.
Mbak
Artini tersenyum sambil mengangguk. Lalu menelentang sambil mengusap -
usap tempiknya. “Tentu aja boleh, “ucapnya, “Memang harus dijilatin
dulu, biar mudah dimasukin kontolmu nanti. “
Melihat
Mbak Artini sudah menelentang sambil menepuk - nepuk dan mengusap -
usap memeknya, aku pun spontan tengkurap di antara sepasang paha putih
mulusnya. Sementara wajahku sudah tepat berada di atas memek Mbak Artini
yang luar biasa indahnya itu.
Ya… bentuk memek
Mbak Artini memang lain. Sangat cantik kelihatannya, karena selain
tembem, labia mayoranya pun tersembunyi di balik ketembeman bagian
luarnya.
Aku merasa beruntung mendapatkan Mbak
Artini yang sudah lama kuidam - idamkan itu. Dan aku tak menyangka kalau
hatinya pun sudah runtuh, tapi sengaja bertahan agar aku konsentrasi ke
kuliahku dulu.
Lalu kungangakan pintu masuk ke
surga dunia itu dengan kedua tanganku, sehingga bagian dalam memeknya
yang berwarna pink itu mulai kelihatan. Dan dengan sangat bernafsu
kujilati bagian yang berwarna pink itu.
Mbak Artini pun memegangi kepalaku yang berada di bawah perutnya.
Sejenak kuhentikan jilatanku, untuk berkata, “Tempik Mbak luar biasa. Seperti yang masih perawan. “
“Memang
masih perawan. Dan aku sudah memutuskan untuk memberikan keperawananku
padamu Bon, “sahutnya sambil mengusap - usap rambutku.
“Haaa? Mbak seorang janda muda tapi masih perawan?” tanyaku kaget.
“Ceritanya panjang. Nanti aja jelasinnya. Sekarang lanjutkan licking-nya, Bon. “
“Iya,
“sahutku dengan gairah semakin bergejolak. Kemudian kulanjutkan
permainan oralku yang sudah terlatih berkat pengaklamanku dengan Mbak
Weni dan Mama.
Kujilati bagian yang berwarna
pink itu secara intensif. Tak terkecuali, kucari kelentitnya yang
bersembunyi di bagian atas kemaluan wanita 30 tahunan yang mengaku masih
perawan itu.
Mbak Artini pun mulai menggeliat - geliat sambil meremas - remas kain seprai putih bersih itu.
Aku
belum tau benar tidaknya Mbak Artini itu masih perawan. Karena aku
bukan seorang dokter. Sehingga belum bisa memastikan kebenaran
pengakuannya itu. Tapi perawan atau tidak, bukan masalah penting bagiku.
Yang pentging, aku sudah sangat bernafsu, sehingga aku menjilati memek
Mbak Artini dengan sangat bersemangat.
Sampai pada suatu saat terdengar suaranya, “Mungkin sudah cukup basah Bon… masukin aja kontolmu… “
“Iya,
“sahutku setelah menjauhkan mulutku dari memek ibu kosku. Kemudian
kuambil tissue dari meja di samping bed, untuk menyeka mulutku yang
berlepotan air liurku sendiri. Sementara Mbak Artini sudah merenggangkan
kedua pahanya lebar - lebar.
Dengan penuh
gairah kuletakkan moncong kontolku di mulut memek Mbak Artini yang sudah
agak terbuka sedikit itu. Lalu kuarah - arahkan moncong kontolku agar
letaknya ngepas.
Kemudian kudorong sekuat
tenaga, tapi… malah meleset ke bawah. Kuletakkan lagi moncong kontolku
pada posisi yang mungkin lebih tepat. Kemudian kudorong lagi sekuatnya.
Lagi - lagi meleset.
Hmmm… gak nyangka akan sesulit ini. Lebih sulit daripada waktu pertama kali mau menyetubuhi Mbak Weni.
Tapi berkat perjuangan dan keuletanku, akhirnya aku berhasil membenamkan kontolku, meski baru sampai lehernya saja.
“Sudah
mulai masuk ya, “ucap Mbak Artini sambil merengkuh leherku ke dalam
pelukannya. Lalu ia menatapku dengan senyum manis di bibir sensualnya.
“Baru sedikit… sepertinya Mbak memang masih perawan, “sahutku.
“Bukan
sepertinya ! Aku memang belum pernah disetubuhi lelaki… ! “ucap Mbak
Artini tajam. Sambil mencubit pipiku. “Disumpah juga aku mau. Bahwa aku
masih perawan. Dan Bona adalah lelaki pertamaku. “
“Iya maaf… barusan aku salah ngomong… “sahutku sambil bersiap - siap untuk mendorong kontolku lagi, agar masuk lebih dalam.
Lalu kudesakkan kontol ngacengku sekuatnya. Makin jauh membenam ke dalam liang memek Mbak Artini.
Maka
mulailah aku mengayun kontolku perlahan - lahan. Dalam gerakan pendek -
pendek. Di dalam liang memek ibu kosku yhang luar biasa sempitnya ini.
Namun
setelah kuentot secara perlahan dan hati - hati, akhirnya ku berhasil
mengentotnya secara normal. Mungkin karena liang memek Mbak Artini sudah
menyesuaikan diri dengan ukuran kontolku.
Mbak
Artini pun mulai menggeliat - geliat lagi, diiringi oleh rintihan -
rintihannya yang terdengar seperti bisikan - bisikan erotis di
telingaku.
“Bona… oooh… Booon… ternyata seperti
ini rasanya disetubuhi oleh lelalki ini yaaa… oooo… oooooh… Booonaaaa…
aku sudah menjadi milikmu, Sayaaaang… “
Itulah
pertama kalinya Mbak Artini memanggilku Sayang. Senang hatiku
mendengarnya… mendengar ucapan mesra dari perempuan yang sudah lama
kugilai ini.
Sambil tetap mengentotnya, kupagut
bibir sensualnya ke dalam ciuman dan lumatanku. Dia pun menyambut
dengan lumatan yang lebih hangat lagi, sementara tangannya meremas -
remas sepasang bahuku.
“Aku juga sayang sekali sama Mbak, “ucapku setelah ciuman kami terlepas.
“Jadi… Mbak sudah lama jatuh hati padaku?” tanyaku tanpa menghentikan entotanku.
“Jatuh cinta… ! Bukan jatuh hati lagi. “
Aku
terkejut sehingga lepas kontrol. Dan aku terlalu jauh menarik kontolku,
sehingga terlepas dari liang memek Mbak Artini. Tapi pada saat yang
sama, aku jadi bisa melihat darah yang bertetesan dari memek Mbak
Artini… berjatuhan ke atas seprai. Mungkin ada sekitar 1 sendok teh
darah yang bertetesan ke kain seprai putih bersih itu.
Inilah
untuk pertama kalinya aku menyetubuhi perawan. Lalu kenapa Mbak Artini
mengaku janda tapi masih perawan? Soal itu mungkin nanti dia akan
menjelaskannya sendiri. Yang penting sekarang, aku harus memasukkan lagi
kontolku yang terlepas dari liang surgawi ibu kosku.
“Gak
nyangka… Mbak ternyata masih perawan, “ucapku setelah kontolku terbenam
lagi seluruhnya di dalam liang kenikmatan ibu kosku.
“Aku
dijodohkan dengan seorang cowok. Aku sih menurut saja pada keinginan
orang tua. Lalu aku dinikahkan. Gak taunya cowok itu tidak tertarik pada
perempuan. Dia hanya menyukai sesama jenis kelaminnya. “
“Gay maksud Mbak?”
“Iya.
Aku sudah berusaha untuk merangsangnya dengan berbagai macam cara. Tapi
dia tidak terangsang sedikit pun. Makanya aku minta cerai tiga bulan
setelah menikah dengan cowok gay itu. Jadi… aku memang janda, tapi masih
perawan. Dan sekarang aku berikan keperawananku kepada orang yang
kucintai dan bernama Bona ini.
“Iya Sayaaaang,
“aku pun membalas dengan kata sayang. Kemudian kucium bibibrnya sambil
mengayun kontolku kembali. Bermaju mundur di dalam liang memek Mbak
Artini yang luar biasa sempitnya ini, “Sekarang aku merasakannya… bahwa
aku memang mencintaimu Bon… gak tau diri ya… perempuan sudah usia
tigapuluh mencintai anak muda…
“Umurku juga
sudah menuju duapuluhempat Mbak. Jadi beda usia kita hanya enam tahun,
“sahutku sambil menghentikan ayunan kontolku sejenak. “Kalau soal
perasaan, pertama kali aku melihat Mbak, aku langsung tergila - gila
sama Mbak. Tapi aku tak mau memaksakan diri. Karena takut disangka ingin
digratiskan kosku di sini.
“Kata orang… lelaki
mengucapkan cintanya dulu, kemudian masuk ke dalam hati. Kalau
perempuan dirasa - rasakan dulu di dalam hati. Lalu kalau sudah
mengucapkannya, berarti sudah berada di puncak cintanya Bon. “
BERSAMBUNG